Jakarta - Dilihat dari latar belakang pendidikan saja masih banyak guru kita yang berpendidikan setingkat SMA. Mereka yang berpendidikan di atas SMA pun kualitasnya masih dirasakan kurang mantap. Alias masih diragukan. Kualitas guru yang dirasakan sangat kurang atau masih rendah ini terutama bila dihubungkan dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan tuntutan masyarakat.
Lihat saja kemampuan sebagian guru kita dalam menjabarkan kurikulum, menggunakan metode, dan media pembelajaran, dan sebagainya. Belum lagi berbicara tentang rendahnya nilai hasil ujian akhir nasional (UAN) sebagian siswa. Indikatornya, banyaknya siswa yang tidak lulus ujian, tidak dapat memasuki jenjang pendidikan selanjutnya yang berkualitas.
Dari sisi lain lembaga pendidikan tinggi bidang ilmu keguruan dan ilmu pendidikan untuk menyiapkan tenaga guru masih terbatas. Terutama guru yang sesuai standar. Anggaran proyek juga sangat terbatas. Bahkan mustahil dapat menuntaskan supaya seluruh guru memiliki latar belakang pendidikan D-2.
Program pengadaaan guru sekarang ini bertumpu pada lembaga yang menyiapkannya, yaitu FKIP untuk guru pendidikan umum dan Fakultas Tarbiyah (Faktar) untuk guru pendidikan agama. Bagaimana kondisi mesin penghasil tenaga guru tersebut sekarang, mari kita analisis secara singkat.
Baik FKIP maupun Faktar Negeri memiliki daya tampung yang sangat terbatas. Dari jumlah pendaftar hanya antara 20 sampai 30 persen yang dapat diterima. FKIP dan Faktar Negeri relatif memiliki tenaga dosen dan fasilitas yang memadai, kendati belum dapat disebut memuaskan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Lembaga yang boleh disebut mesin pencetak tenaga guru negeri relatif mudah dikontrol, dikendalikan, dan dievaluasi. Bayangkan FKIP atau Faktar swasta. Dengan tanpa bermaksud mengecilkan peran swasta dalam pengadaan tenaga guru, tetapi dapat dimaklumi dengan segala keterbatasan di bidang tenaga dosen, fasilitas, dan anggaran.
Belakangan muncul lagi konsep (program) penetapan standar kompetensi guru, yang tentu saja berkaitan erat dengan latar belakang pendidikan mereka. Mengenai konsep standar kompetensi guru ini paling tidak harus dilihat dari dua hal pokok, yaitu tingkat dan jenis pendidikan yang sudah atau akan dimiliki guru.
Latar belakang tingkat pendidikan guru dan calon guru seperti minimal D 4. Artinya mereka yang memiliki latar belakang pendidikan di bawah D 4, bagaimana pun disebut belum memiliki standar kompetensi guru.
Mengenai latar belakang jenis pendidikan guru dan calon guru maksudnya mereka harus memiliki latar belakang pendidikan bidang ilmu keguruan dan ilmu pendidikan. Ini artinya, mereka yang memiliki latar belakang pendidikan nonkeguruan atau nonkependidikan, bagaimana pun tidak dapat pula disebut memiliki standar kompetensi guru.
Fungsi Guru
Sebagai pendidik, tugas guru bukan saja mengajar. Tetapi lebih dari itu, yaitu mengantarkan siswanya menjadi manusia dewasa yang cerdas dan berbudi luhur (berakhlak mulia) (Depdagri dan Depdiknas, 1996: 5).
Sebagai tenaga kerja, guru harus mendapatkan gaji atau upah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Di Indonesia sejak dahulu kala sampai sekarang gaji guru negeri relatif belum mencukupi kebutuhan keluarga. Bahkan belum dapat disebut lumayan. Sebagian besar guru kita tidak dapat kuliah atau menguliahkan anaknya.
Jika pemerintah hanya setengah hati maka nasib bangsa ini di masa depan akan suram, buram, dan kelam. Karena akan terjadi stagnasi (kemacetan) dan gap (jurang pemisah) di antara anak bangsa untuk mendapatkan mutu pendidikan yang baik.
Maka, yang namanya pendidikan hanya dapat dinikmati segelintir orang yang mampu (kaya/ pejabat). Apabila terjadi keadaan seperti ini maka segala bentuk kriminalitas, premanisme, brutalisme, sadisme, dan sebagainya akan merajalela. Karena sebagian besar anak bangsa yang bodoh dan miskin hari ini akan menjadi dewasa esok tanpa pendidikan, tanpa ilmu, dan tanpa moral.
Adalah menjadi realitas sekarang bahwa maraknya pelaku kriminal, perampok, pencuri, pelacur, dan sebagainya, sebagian besar disebabkan ketiadaan pendidikan, ilmu, dan moral dalam diri mereka, di samping lemahnya hukum. Di sini, peran guru sangat besar.
Rekruitmen guru demi masa depan bangsa harus dicermati serius dan sungguh-sungguh oleh pejabat, elit, dan petinggi pemerintahan di negeri ini. Sebab, tangan mereka berkaitan erat dengan kebijakan yang sangat strategis dan anggaran yang sangat besar.
Memang peran masyarakat tidak bisa dianggap kecil. Tetapi, peran pemerintah yang paling dominan. Karena itu wajar apabila segenap lapisan masyarakat menggugat pemerintah yang kurang peduli terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Disadari atau tidak, pemerintahan sekarang (pusat/ daerah) diduga melakukan
pelanggaran UUD 1945 yang diamandemen. UUD 1945 antara lain mengamanatkan, anggaran belanja (APBN/APBD) untuk pendidikan minimal 20 persen.
Begitulah rekruitmen guru yang berkualitas demi masa depan bangsa yang maju dan modern. Mengenai kebijakan dalam rekruitmen guru, yang harus menjadi pertimbangan adalah seleksi pengangkatan dan pembinaan profesi guru.
Konsistensi dan konsekuensi itu harus dipegang teguh oleh pemerintah pusat dan daerah agar rekruitmen guru benar-benar dan sungguh-sungguh berorientasi pada masa depan bangsa. Apabila pemerintah melaksanakan rekruitmen guru tidak mengacu pada prinsip profesionalitas guru maka masa depan bangsa ini semakin suram dan gelap.